Sunday, January 31, 2016

Best storytelling: One Day

Hola! 

Tahun ini saya mau coba membiasakan diri lagi untuk baca buku bahasa inggris. Alasannya biar vocab-nya nambah dan sekalian ngelatih bahasa inggris saya. Saya bahkan udah beli beberapa buku, dan semuanya fiksi! Hahaha. Belom siap baca non-fiksi. Anyway, semoga target namatin 5 buku dalam setahun tercapai! Aamiin.

Pilihan buku pertama di tahun 2016 adalah: One Day karangannya David Nicholls.  Buku ini diterbitin tahun 2009 dan menuai sukses sampe akhirnya dibikinin filmnya tahun 2011. Saya sendiri nonton filmnya duluan baru baca bukunya. Hehehehe.




Platonic friend
Cerita dalam buku ini berkisar tentang dinamika kehidupan dan hubungan Emma dan Dexter, dua teman semasa kuliah yang bisa dibilang teman tapi mesra. Setting waktunya dimulai dari tahun 1988 dimana Em dan Dex lulus kuliah sampe tahun 2007 sampai mereka berumur 40 tahunan.  Selama bertahun2 deket, mereka ngalamin pasang surut pertemanan, brantem, baikan, dan menyaksikan kegagalan dan kesuksesan hidup masing2. Garis besar ceritanya memang cukup simple bahkan agak klise. Trus apa yang bikin beda dari buku2 bertemakan platonic friend yang udah ada?

Best storytelling!
Kelebihan buku ini adalah konsep sang penulis untuk menceritakan perjalanan hidup dan kisah cinta 2 tokoh utamanya pada tanggal yang sama tiap tahunnya, yaitu 15 July, tanggal dimana Em dan Dex bertemu untuk pertama kalinya. Buku ini seperti merangkum 19 tahun pertemanan mereka bertemakan anniversary!

See? Thats new! Meskipun setiap penulis novel pasti menulis cerita mereka secara kronologis, tapi ide anniversary cocok dengan tema cerita Dex dan Em. David Nicholls juga mengemas cerita kronologis, yang berpotensi bikin pembaca bosen, menjadi cerita yang menimbulkan efek penasaran. Kita seperti tidak sabar untuk mengetahui apa yang terjadi selanjutnya. Dialog2nya juga menurut saya cerdas. Tek-tok percakapannya lucu tapi ironis.  

Two leading characters
Dalam buku ini, David Nicholls hanya fokus pada karakter Dex dan Em. Karakter mereka sangat kuat disini. Beberapa karakter lain yang masuk ke dalam kehidupan mereka diceritakan singkat, tetapi di akhir2 buku sang penulis menceritakan “update” kehidupan Slyvia, Ian dan Callum tepat pada porsinya. Tidak dipaksakan tau2 muncul, tapi sejalan dengan plotnya.

Real characters in real life
David Nicholls berhasil menggambarkan “permasalahan” di umur 20an dengan sangat baik: hidup monoton, mimpi vs kenyataan, bokek, idealisme yang dipatahkan dengan realita, pacaran karna status, dll. Pembaca pun berasa punya koneksi dengan perjalanan hidup kedua tokoh tersebut. 

Saya hanya ga sreg sama Si Dex yang digambarkan sebagai cowo ganteng, playboy, free-spirit yang menganggap Em sebagai “the emergency services”, ini klise banget sih dan berasanya seperti ngerendahin perempuan. Well, alangkah baiknya jika karakter Emma ga segitu nrimo-nya. 

Book vs Film
Saya lebih suka bukunya, karena lebih detail dan ada beberapa cerita penting yang malah ga ada di Film. Tapi klo pun mau nyoba dua2nya, saran saya mending liat filmnya dulu, baru kemudian baca bukunya. Nyebelinnya paling cuma 1, pas baca bukunya selalu ngebayang Anne Hathaway dan Jim Sturgess. 



 
PS: Prio, just in case you read this. EMAIL ME ASAP!!!!


No comments:

Post a Comment