Sunday, June 15, 2014

Tips nyari akomodasi/kosan di Australia

Bagi yang punya rencana untuk kuliah di luar negeri, salah satu hal penting yang harus dilakukan sebelum berangkat adalah: nyari temporary accomodation. Kenapa harus temporer? Ga sekalian aja yang permanent? Karena nyari tempat kosan itu ibarat nyari jodoh *eaaa*, cocok2an dan harus ada chemistry. Ga bisa cuma liat2 gambar dari internet, harus liat langsung kamarnya gimana, lingkungannya gimana, fisik bangunannya gimana, landlordnya gimana? 
 
Jadi mendingan, untuk sementara cari tempat tinggal sementara untuk 3-4 hari. Paling ngga pas kita dateng udah ada tempat untuk tidur dulu. Baru kemudian cari hunting tempat tinggal.  Ada beberapa jenis pilihan tempat tinggal, umumnya mahasiswa tinggal di Asrama kampus, Apartemen atau di rumah. Masing2 punya plus-minusnya, balik lagi semua tergantung sama pilihan mahasiswa, sregnya sama yang mana.

Asrama Kampus
(-) harga sewa lebih mahal (makin deket sama kampus biasanya makin mahal). Di beberapa kasus, ada yang kontraknya cuma 1 tahun, karena harus gantian sama mahasiswa baru yang akan nempatin tempat itu. Istilahnya di-rolling.
(+) strategis. Jadi klo ada tugas kelompok yang diskusinya bisa sampe malem atau niat ngerjain tugas di perpustakaan kampus sampe malem ga perlu waswas karena masih di area kampus jadi cenderung lebih aman.
(-/+) untuk mahasiswa internasional bisa jadi ajang interaksi sosial sama mahasiswa dari negara lain. Nambah temen karena satu gedung isinya mahasiswa semua. Tapi disisi lain, bisa juga keganggu klo ada yang party2 sampe pagi. Ga semua mahasiswa itu pada rajin belajar lho, ada juga yang lebih banyak have fun-nya.

Apartement
(-) ada biaya tambahan, misalnya: tagihan listrik, air, internet dan gas. Biasanya sih patungan sama sesama house mate.
(+) lebih praktis. Biasanya udah ada perabot didalamnya, entah itu dari peninggalan pemilik sebelumnya atau emang milik yang punya apartemen. Jadi kita ga perlu beli2 perabot lagi.
(-/+) untung2an sih, klo dapet house mate yang enak sih gpp. Tapi ada juga kelakuannya macem2, misalnya demen bawa temen, jorok, dsb.  Kamar mandinya juga biasanya sharing, jadi yaa, suka ada kejadian make shampoo kita dll.

Rumah
(-) sama kaya di apartemen, ada biaya tambahan untuk tagihan listrik, internet, air dan gas. Tagihannya juga biasanya lebih banyak di rumah, karena perabot lebih banyak dibandingkan di apartemen.
(+) lingkungannya lebih enak karena di area perumahan.
(-/+) lebih luas daripada apartemen, tapi maintenance-nya agak repot. Misalnya dalam hal kebersihan, ga cuma area rumah yang dibersihin tapi juga halaman, parkir dll.

Informasi soal akomodasi biasanya bisa didapet di:

PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) kota setempat
Coba cari tau (via google) apakah ada PPI di universitas tersebut/di kota setempat, lalu coba hubungi contact person/ketuanya atau langsung join milisnya. Lewat milis ini bisa ditanya apakah ada akomodasi yang available. Biasanya sih pasti akan ada mahasiswa yang sudah selesai masa studi-nya dan nawar2in akomodasi dia ke mahasiswa yang baru dateng. Klo PPI-nya aktif (organisasinya bagus), biasanya mereka akan nawarin jemput ke bandara dan nganterin ke tempat akomodasi kita. 

Milis beasiswa
Khusus untuk mahasiswa jalur beasiswa, biasanya mereka punya milis tersendiri. Misalnya, untuk beasiswa ADS ada milisnya sendiri, begitu juga dengan beasiswa lainnya seperti erasmus, DAAD, Dikti dll. Di milis ini beredar informasi akomodasi, dan info lainnya seperti barang2 yang mau dijual (selimut, heater, bantal, kompor dll). 

Temen kantor
Khusus bagi para PNS penerima beasiswa, biasanya bisa tanya2 ke temen yang akan balik ke Indo karena masa studinya udah selesai. Biasanya enaknya karena udah kenal, jadi tinggal kontak langsung klo ada kamar/unit yang kosong. 

Informasi dari kampus
Untuk mahasiswa internasional, biasanya begitu diterima dan selesai masalah admistrasi, biasanya akan dikasi information package, termasuk info soal akomodasi on campus (asrama). Klo emang berminat untuk tinggal di asrama, lebih baik harus cepat2 booking, karena peminatnya banyak. 

Googling
Apa aja bisa dicari di google kayanya ya. Misalnya, ketik aja keyword: accomodation near UTS campus, share apartment for UTS student. Tapi tetep harus hati2 ya, jangan transfer apapun dulu (Uang DP) sebelum liat fisiknya.  

Tips memilih kosan
  1. Sebaiknya sebelum berangkat hunting tempat yang kira2 cocok, kontak landlordnya, janjian untuk inspection sesampai kita disana.
  2. Ketika inspection, tanya dengan detail status rumah/apartemennya. Khusus untuk apartemen, tanya apakah status kepemilikannya langsung atau statusnya juga sewa. Klo ibu kost/bapak kost juga sewa, tanya masa berlaku kontraknya. Ini penting untuk jaga2 biar sewaktu2 kita ga di depak gitu aja karena status kontraknya sudah habis.
  3. Perhitungkan jarak dan waktu tempuh ke kampus, apakah ada public transportation yang lewat daerah situ, apakah dekat dengan supermarket, apakah tempatnya aman (ga gelap, remang2 dll), berapa biaya yang diperlukan jika naik public transportation PP ke kampus.
  4. Cek juga apakah dekat dengan tempat beribadah, misalnya mesjid, gereja atau pura.  
  5. Klo udah cocok, cek apakah ada coretan atau lubang di tembok kamar. Klo semisal ada, tulis di kertas yang ada keterangannya klo tembok tersebut ada lubangnya, dan ditandatangani  sama pemilik dan kita sendiri. Biar kita ga diklaim ngerusakin properti, padahal udah rusak dari sananya.
  6. Sebaiknya kita ngekos dapet kamar sendiri (ga sharing sama orang lain), jadi privacy juga terjaga. Kita akan tinggal disitu selama 2 tahun, jadi usahakan tempatnya nyaman dan jadikan sebagai “rumah”.
  7. Tanya soal sewa kamar, apakah sudah all in sama biaya listrik/telpon/air dan gas. Klo semisal patungan sistem pembayarannya gimana, apakah bagi rata?
  8. Klo udah bener2 cocok dan semua beres bikin surat perjanjian hitam diatas putih, jadi klo ada apa2 kita punya pegangan

Yaa standar lah kira2 begitu prosesnya untuk nyari kosan. Jangan ignore feeling yang didapet waktu kita inspection. Dulu saya pernah inspection, kamarnya udah enak tapi kok feeling saya ga enak. Eh bener ternyata temen saya juga ga betah disana dan memutuskan untuk pindah karena ga cocok sama lingkungan.  Perlu diperhatikan juga, jangan asal harganya murah trus kita main setuju aja. Banyak kejadian ternyata harga sewa murah karena kamarnya mesti sharing sama 2/3 orang. Jangan lupa mesti sabar juga dan jangan nyerah nyari kosan. Pasti nemu kok yang cocok :-)

Wednesday, June 11, 2014

Kuliah di luar negeri?

Sudah 5 bulan ini saya kuliah di Australia, untuk melanjutkan studi saya di program S2. Saya kuliah University Technology of Sydney dan ambil jurusan Master of Information and Knowledge Management. Alhamdulillah saya dapat beasiswa, jadi tidak merepotkan orangtua dalam hal biaya. Alasan saya jauh2 kuliah di Sydney adalah supaya saya punya pengalaman hidup mandiri di negara asing, memperluas network, dan alasan utamanya adalah: jurusan yang saya pengen ga ada di universitas manapun di Indonesia (pada saat itu), dan ternyata justru ada di UTS. 
 
Biasanya opini orang tentang kuliah di luar negeri adalah: “ih enak banget bisa jalan-jalan”. Ya ada benarnya sih dan sebenarnya itu juga yang ada di pikiran saya waktu pertama kali saya dapat “offer letter” (surat keterangan klo saya diterima di universitas) dari UTS. Tapi ternyata asumsi kebanyakan orang (termasuk saya sendiri), salah banget. 

Saya inget kata2 teman kantor saya, Mitha, di kartu farewell. Mitha nulis: “Mba, keterima beasiswa itu baru langkah awal dari rentetan perjuangan yang akan Mba hadapin”. Dan bener banget setelah selasai 1 semester, saya baru ngerasa beratnya kuliah di luar negri.

Academic Shock
Culture shock ga ada apa2nya dibanding academic shock. Dua minggu pertama saya super kaget dengan metode pengajarannya. Presentasi dosen itu sifatnya pengenalan ke topik, cenderung abstrak malahan. untuk tau lebih mendalam, mesti baca. List jurnal yang mesti dibaca minimal 3 jurnal tiap minggu, itu minimal loh ya. I repeat. mi-ni-mal. Klo ngambil 1 mata kuliah mungkin masih bisa di-handle, tapi klo ngambil 2 mata kuliah lain yang “sistemnya” sama, berarti minimal tiap minggu saya mesti baca 9 jurnal untuk persiapan kelas untuk minggu depan. 

Itu belom apa2 sama kelas tutorial dan tugas essay. Kelas tutorial ini biasanya ngambil topik yang beda tiap minggunya. Mekanismenya, mahasiswa jadi “host” untuk 1 topik, dan akan sharing pendapatnya tentang topik itu berdasarkan materi yang udah dia baca sebelumnya. Disini yang dinilai partisipasi mahasiswa dalam tutorial ini. Butuh waktu untuk berani berpendapat di forum kaya gini, terutama klo ada kendala bahasa dan klo ga baca topik itu sebelumnya. Gimana kita mau berargumen klo ga punya pengetahuan sebelumnya, lagi2 balik ke alokasi waktu untuk baca. 

Sama halnya dengan tutorial, tugas essay juga ga kalah repotnya. Namanya sih simple, essay, tapi yang ditulis ga bisa sembarang nulis. Harus terstruktur, alurnya jelas, ga ada lagi grammatical error, pendapat kita harus didukung sama teori yang ada. Banyak mahasiswa yang akhirnya copy-paste biar ga repot. Eits, Universitas di luar negri biasanya mengharuskan mahasiswa submit tugas ke turnitin, semacam software yang tugasnya detect plagiarisme. Dan klo skornya lebih dari 50% siap2 ada pengurangan nilai atau bahkan dianggap Failed.   

Procrastination
Terjemahannya artinya menunda-nunda pekerjaan atau sesuatu. Tanpa sadar atau sepenuhnya sadar pasti “penyakit” ini selalu dilakukan dan bahkan ga sembuh2. Pengalaman saya, saking saya kebingungan sama apa yang mau ditulis, akhirnya nyerah dan nunda ngerjain essay sampe weekend. Dan ga terasa deadlinenya tinggal 5 hari lagi. Akhirnya bisa ditebak, tugas yang dikumpul ga maksimal karena dikerjakan terburu-buru dan dalam kondisi kurang tidur karena begadang.

Sebulan pertama itu masa-masa yang berat. Saya banyak nolak ajakan temen untuk jalan-jalan karena mau fokus ngerjain tugas, kesannya jadi kaya nerd karena ga bersosialiasi. Padahal banyak hal yang bisa dinikmati di Sydney, tapi saya malah diam di kamar dan berkutat dengan tugas. Saya takut gagal, karena klo ada mata kuliah yang failed beasiswa saya terancam ditarik. Waktu pulang kuliah saya coba nanya ke temen2 angkatan penerima beasiswa AAS, gimana progress kuliah mereka. Ternyata ada yang nasibnya sama kaya saya, tapi juga yang berhasil. Tanpa ragu saya tanya trik mereka dan ada juga yang saya tambahkan dari pengalaman saya.

Jangan takut untuk nanya
Kelemahan saya itu selalu salah mencerna pertanyaan essay dan ini diperparah sama saya suka segan untuk nanya. Menurut teman saya, orang yang paling tepat untuk ditanya adalah dosen ybs. Karena dosennya yang ngasi tugas, pasti dia bisa menjelaskan maksud tugas yang dikasi. Temen yang pintar sekalipun belom tentu ngerti dan mungkin aja bisa salah tangkep. Jangan malu untuk nanya, mereka ngerti kok klo kita mahasiswa internasional, justru mereka seneng klo  kita nanya. 

Disiplin
Ini yang jujur susah banget. Mendisiplinkan diri sendiri untuk fokus belajar. Apalagi internet disini kenceng banget. Udah siap2 mau ngetik malah buka youtube, browsing sana sini. Temen ngajak jalan2 langsung disanggupi. Atau malah tidur2an karena lagi cakung banget. Alhasil target hari ini untuk baca 1 jurnal ga tercapai. Klo nurutin kemauan ga ada habisnya. Klo pun mau balance antara kehidupan sosial sama belajar, harus disiplin. Misalnya hari ini full 3 jam ngetik 750 kata, kita harus komit. Selama 3 jam itu ga buka email, FB, twitter, ga whatsapp-an. Yang perlu diingat adalah kita harus tanggung jawab sama diri kita sendiri. Harus belajar gimana I waktu, kapan waktu buat belajar, kapan waktu buat rekreasi 

Just make sure to have fun too
Istirahat  juga penting. Kadang berkutat sama materi pelajaran dalam keadaaan capek itu malah sedikit yang bisa masuk ke otak. Saya mencoba untuk maksimal tidur jam 12 malam, karena pengalaman saya, percuma begadang tapi hasil essay saya ga maksimal karena dikerjakan dengan kondisi badan capek dan mata lelah. Seminggu sekali saya sempatkan waktu untuk berkumpul dengan teman2 saya. Jalan-jalan keliling kota. Melupakan tugas sejenak dan menikmati masa-masa saya tinggal di Sydney.

Kuliah di luar negeri memang berat, ada kalanya saya merasa tidak mampu menjalani ini, tapi seperti kata Mitha: klo menemui kesulitan, ingat perjuangannya. Alhamdulillah saya dikasi kesempatan untuk bisa bersekolah (gratis) di luar negeri, belajar banyak soal ilmu baru, pengalaman ngekost untuk pertama kali, pengalaman bulan puasa di luar negeri, pengalaman berinteraksi sama mahasiswa internasional lainnya, belajar budaya Australia dan menikmati keindahan alam panorama Australia.

Menghadapi hal baru memang kadang menakutkan, tetapi klo kita melihat dari sisi positifnya, saya belajar hal baru tiap harinya. Saya berani melangkah ke dunia baru yang ternyata menarik dan menyenangkan untuk dijalani. 


Photo taken by Aqanta S. Sutarjo