Showing posts with label #triptasmania. Show all posts
Showing posts with label #triptasmania. Show all posts

Sunday, February 8, 2015

Salamanca Market

Hampir semua orang yang pernah ke Tasmania merekomendasikan “Salamanca Market” sebagai tempat yang WAJIB hukumnya untuk dikunjungi. Alasannya karna Salamanca Market identik dengan Hobart. Klo ke Hobart ga ke Salamanca Market kaya makan indomie ga pake telor, kurang sedep gimana gitu. *halah*
 
Sebenarnya Salamanca Market itu terletak di sebuah gedung yang didalamnya dijual barang2 local art and craft, tapiiii harganya mahal, macam2 fine art gitu. Nah setiap sabtu pagi dari jam 08.30 – 15.00 ada semacam pasar kaget yang berlokasi di depan di depan gedung Salamanca Market. Pasar kaget ini yang dimaksud temen saya.  



Selain di Hobart, ada juga beberapa Saturday/Sunday market di kota lain, seperti di Launcheston. Namun konon tidak seunik, sebesar dan selengkap Salamanca Market. Tentunya ini SURGAAAAA bagi saya yang doyan pernak pernik khas kota asal. Lumayan buat ngumpulin oleh2 buat orang rumah.  Hehehe.



Letak Salamanca Market cukup dekat dengan pusat kota Hobart, bisa dicapai dengan berjalan kaki sekitar 15 menitan. Klo naik mobil agak repot di cari parkir, serius, susah banget cari parkir! Jadi menurut saya enakan jalan kaki sambil menikmati kota Hobart. Udara di Hobart itu enak banget lho, semriwing2 seger gitu, kaya di puncak pass.

Ada apa aja di Salamanca Market?
Semua ada disini, dari mulai pernah pernik khas Tasmania, aksesoris, makanan, sayuran sampe buah2an. Dan ternyata bener pasar kaget ini besar bangeet. Ada 2 sisi gitu, dan untuk 1 sisinya saya menyusuri hampir 1.5 jam. 

Di pasar kaget ini jangan lupa untuk nyobain Ginger Beer (non alkohol) khas Tasmania, alias Wedang Jaheeee! Bedanya klo di Tasmania diminumnya dingin2 dan dikemas pake botol kaya botol bir gt. Rasanya sih sama aja kaya wedang jahe. Hahahaha.


Selain Ginger Beer, ada juga makanan yang patut dicoba, yaitu: sosis salmon. Seumur2 saya belom pernah denger, liat bahkan makan sosis salmon. Rasanya? Asiiiinn! Jadi lebih baik bawa saos sambel belibis sachet untuk nutupin rasa asinnya. 

 
Oleh2 Khas Tasmania
Di Salamanca Market ini banyak dijumpai oleh2 khas Tasmania diantaranya: boneka Tasmanian Devil (of course), aroma terapi dan sabun shampoo bunga Lavender, tas2/gantungan kunci/magnet/keramik dan aksesoris bertuliskan Tasmania. Harganya sebenernya relatif lebih mahal dari pada kita beli oleh2 di Queen Victoria Market, Melbourne atau Paddy's Market, Sydney. Tapi barang yang dijual di Tasmania juga beda kualitas dan bukan mass production.    

Saya sangat merekomendasikan Salamanca Market ini untuk dikunjungi, terutama bagi yang suka barang2 antik, pernak pernik lucu khas Tasmania :)

Saturday, February 7, 2015

Port Arthur, Island of the Death

Pagi2 sekali kami sudah bersiap untuk mengunjungi Port Arthur. Teman sekamar kami, bule dari Polandia, terheran2 dengan niat kami untuk mengunjungi Port Arthur. “Its a prison, why you wanna go there?”. Dengan singkat saya menjawab: “because its one of Hobart’s point of interest, they said we should visit Port Arthur”. Sambil ketawa, si bule menjawab: “in Poland we have so many scary prison, so no thanks I’d rather go somewhere else”. Yaa dimaklumi sih, malah mungkin penjara di Polandia lebih menyeramkan, terutama penjara pada era Nazi berkuasa.
 
Port Arthur berada 95 km dari Hobart atau sekitar 1.5 - 2 jam perjalanan naik mobil. Agak jauh memang, namanya juga penjara. Ibarat nusa kambangan kali ya :p

Menurut website PortArthur, selain naik mobil, pengunjung juga bisa naik bis dan ferry, info lengkapnya bisa dilihat disini. Seru juga kali ya klo naik ferry, tapi dengan mempertimbangkan cuaca yang mulai mendung dan udah bayar sewa mobil selama 5 hari, kami memutuskan naik mobil saja. www.gamaurugi.com :p


HTM Port Arthur untuk adult sebesar $35, untuk concession $27. Ada beberapa paket yang ditawarkan untuk mengunjungi beberapa tempat tertentu seperti penjara untuk remaja/kuburan dengan didampingi tour guide. Paket ini harganya dipatok beda lagi dari HTM biasa, lebih mahal jatohnya. Selain paket tambahan tadi, ada lagi ghost tour yang dilakukan malem2! Ya ampun, ga deh makasih, udah bener2 kita ga bisa liat hantu, ini malah pengen dicari. *tepok jidat*. Untuk seukuran wisata penjara, lumayan juga ya paket tournya. Mana mahal2 lagi hahahaha.

Kami membeli tiket concession dengan mengeluarkan kartu sakti kami (kartu pelajar). Tiket ini sudah termasuk: 
  • Tiket masuk ke semua situs yang ada di Port Arthur, tiket ini berlaku seharian dengan 2x boleh keluar masuk area Port Arthur.
  • Map dan juga tour guide
  • 40 menit walking tour tentang Port Arthur
  • 30 minute harbour cruise
  • Akses ke 30 bangunan bersejarah yang terdapat di kompleks Port Arthur.
  • Akses ke the Visitor Centre, the Lottery of Life, Museum and Convict Study Centre yang terdapat di the Asylum building
  • Akses ke the Convict Water Supply Trail dan the Dockyard

Lumayan ya dengan harga segitu udah bisa puas mengelilingi Port Arthur.

Sejarah Port Arthur
Berdasarkan penuturan dari Ibu guide, baca brosur dan sedikit browsing, ternyata sebelum jadi penjara tempat ini awalnya adalah tempat pengolahan kayu. Sayangnya saya tidak menemukan alasan kenapa kemudian dirubah fungsinya menjadi penjara. Umumnya para kriminal yang dikirim ke penjara Port Arthur adalah para pemberontak dan pencuri. Ga cuma pria dan wanita saja yang dikirim ke penjara ini, tetapi juga anak2 remaja. 


Penjara ini mendapat istilah “Island of the Death” karena mayoritas kriminal tidak pernah keluar dari kompleks penjara sampai mereka meninggal. Kriminal yang telah selesai menjalani masa hukuman kemudian menjadi buruh kasar atau diberikan pekerjaan menjadi koki masak, menjadi pelayan penjaga penjara ataupun jadi tukang bersih2. 

Banyak orang yang menganggap Port Arthur ini sebagai penjara yang mengerikan karena hukuman psikologis yang didapat oleh para kriminal. Dalam kesehariannya para kriminal dilarang berbicara satu sama lain, alasannya agar dalam keheningan mereka merefleksi kesalahan mereka. Alhasil banyak kriminal yang jadi gila karena ga boleh berinteraksi, ditambah kondisi penjaranya yang gelap dan mungkin mereka stress karna memikirkan akan menghabiskan sisa hidup mereka di tempat terpencil.

Daya tarik Port Arthur
Selain cerita tentang sejarahnya, daya tarik Port Arthur juga terletak pada sisa runtuhan bangunan penjara yang masih ada sampai sekarang. Waktu saya datang, sebagian bangunan utamanya (Penitentiary) lagi di renovasi. Untungnya ada beberapa situs yang bisa diexplore seperti: separate prison, dockyard, grounds and gardens, coal mines historic sites. 


Kesan saya waktu pertama kali menginjakkan kaki di Port Arthur adalah tempat ini bagus banget pemandangannya. Ga nyangka klo dulunya pernah jadi penjara yang menakutkan. Rata2 bangunan yang ada sudah direnovasi dan di cat sehingga tidak menyeramkan seperti cerita sejarahnya. Beberapa tempat malah bisa disewakan untuk perhelatan pernikahan atau kumpul2 keluarga. 

Untuk sekedar memberi gambaran akan kelamnya Port Arthur, pengunjung bisa merasakan suasana atau napak tilas kondisi penjara di Museum and Convict Study Centre yang terdapat di the Asylum building. Di Museum ini, diceritakan bagaimana suasana persidangan dan bagaimana dakwaan kepada para kriminal diputuskan. Rata2 kesalahan mereka tidak sebanding dengan hukuman yang di dapat. 

Meskipun terkesan kelam, tetapi saya merekomendasikan tempat ini untuk didatangi karna keindahan panoramanya. Klo kamu gimana? Tempat seram apa yang pernah disinggahi? 

Wednesday, January 7, 2015

Mount Wellington

Masih di hari pertama di Tasmania, kami melanjutkan perjalanan ke Mount Wellington yang terletak  20 km dari pusat kota Hobart. Menurut GPS, jarak tempuhnya sekitar 20 menit naik mobil dan menurut artikel yang saya baca, untuk menuju ke sana ga ada trekking2nya. Alhamdulillah. Hahahahaha. Belom siap klo di hari pertama udah trekking2. 

Ada 4 jalur yang bisa dilewatin oleh wisatawan, keterangan lengkapnya bisa dilihat disini. Kami memilih jalur yang ada di google maps, klo ga salah jalur yang otomatis muncul adalah jalur nomor 2 (Fern Tree, The Springs and the Pinnacle). Jalur ini mirip2 sama jalur menuju Puncak, tapi lebih ekstrim karena lebar jalan terbilang sempit dan banyak kabut. Sebaiknya berkunjung pada siang hari sekitar jam 11an. Karena semakin sore, kabut semakin banyak dan cuaca semakin dingin.


Ada 3 spot yang wajib di kunjungi untuk foto2 atau hanya sekedar menikmati pemandangan kota Hobart dari ketinggian 1.027 m diatas permukaan laut. Spot pertama saya lupa namanya apa. Hahahaha. Tapi yang jelas sih. Ga jauh dari puncak gunung. Di spot ini, kita bener2 berasa di atas awan dan ngeliat klo Hobart itu kota kecil banget! Hehehehehe.


Klo ga karna udara yang super dingin, sebenernya saya betah berlama2 duduk dan menikmati pemandangan kota Hobart yang ternyata dikelilingi oleh perbukitan dan laut. Sempet2nya saya mikir, gimana ya perasaan Allah waktu melihat bumi atau galaksi dari sudut pandangNYA. Langsung deh berasa klo kita ini super duper kecil dimata Allah. Hehehehe. 

Setelah puas dan foto2, kami melanjutkan perjalanan ke atas puncak Mt. Wellington. Perjalanan sekitar kurang dari 10 menit dan voila! Sudah sampai di atas gunung. DUINGIN BANGET!!! Hahahahaha. Serius deh, saat itu ga ada matahari karna udah makin sore dan klo pun ada matahari, udah ketutup sama awan. Mana waktu itu ga bawa jaket pula. Ihiks. Anginnya bener2 nusuk tulang. Ga cuma saya yang merasa beku, tapi juga Mas Raka. Sampai kakinya gemeteran, dan kita ledek kaya lagi “ngobras”  hahahahaha.


Pemandangannya kurang lebih sama kaya spot pertama, cuma lebih bagus karena ada menara dan juga bebatuan gunung yang memperindah pemandangan Mt. Wellington (spot 2). Di spot 3, kita bisa agak sedikit lega bisa menghangatkan badan di gedung observasi. Lumayan sih bisa foto2 dari sini, tapi ga sebagus klo kita foto2 di luar. Hahahaha.


Saya ingat sama ucapan teman saya yang hobi banget naik gunung, dibandingkan pergi snorkling/diving ke pantai. Menurutnya ada perasaan “sunyi” yang ga bisa dijelaskan ketika kita mendaki gunung. Ketika trekking/hiking kita memotivasi diri kita sendiri untuk habis2an bertarung dengan fisik dan kondisi alam yang ekstrim.  Disaat yang bersamaan kita tidak boleh sombong akan kemampuan kita untuk “menaklukan” alam. Disitulah keseimbangan terjadi. Kuat tapi tidak sombong, menyanggupi dengan kerendahan hati. Dan ketika sampai puncak, kita merasa menang dengan keterbatasan diri kita sekaligus merasa kecil dengan kebesaran Tuhan menciptakan bumi, langit dan seisinya. :)

Kamu sendiri gimana? apakah pernah punya pengalaman serupa ketika berinteraksi dengan alam?

PS: all (photo) credits goes to Aqanta S Sutarjo

Tuesday, December 9, 2014

The Museum of Old and New Art (MONA)

Hari pertama eksplorasi Tasmania dimulai dari berkunjung ke MONA yang terletak di Berriedale peninsula, sekitar 13 menit naik mobil perjalanan dari Hostel kami di Liverpool St. Dua teman saya yang sudah mengunjungi Tasmania merekomendasikan MONA sebagai salah satu tempat yang wajib dikunjungi, terutama bagi yang suka dengan karya seni. 
 
Keberadaan MONA tidak lepas dari peran David Walsh, sang miliuner asal Tasmania, yang menyulap the Moorilla Museum of Antiquities menjadi MONA seperti sekarang. Dibutuhkan waktu 4 tahun dan biaya sebesar $75 juta untuk merenovasi MONA, yang menjadi salah satu destinasi wisata di kota Hobart, Tasmania. 

Ada beberapa pilihan moda transportasi untuk ke MONA, bisa naik ferry, sepeda, bis atau taksi. Informasi detail how to get there dapat dilihat disini. Selain museum, pengunjung juga dapat mengeskplor restoran, wine brewery, cafe, library, cemetery, bars dan winery yang terletak berdekatan satu sama lain.  


Untuk mengakses museum, pengunjung dikenakan biaya sebesar AUD$20 (adult), kami langsung mengeluarkan kartu sakti kami yaitu Student ID Card untuk mendapat potongan harga, jadinya kami membayar AUD$15/person. Pengunjung diperbolehkan untuk membawa kamera, tapi dilarang memakai flash untuk memotret. Tas ransel juga harus dititipkan di ruang khusus. 

Desain MONA dan bangunan di sekitarnya sangat artistik. Di tempat parkir pun beberapa benda artistik ada yang dipajang. Lokasi MONA sendiri berada di bawah tanah, alhasil selama di museum saya ga dapet sinyal sama sekali. Tapi ternyata lebih enak begitu, karena kami jadi konsentrasi ke pameran yang sedang berlangsung.

The “O”
Sesampai basement, staff MONA memberikan ipod dan headset untuk digunakan selama berada di Museum. Ipod ini dinamakan “The O”. Fungsinya sebagai guide portable yang memberikan informasi tentang latar belakang karya seni dan biografi singkat tentang artist yang membuatnya. Pengunjung dapat membaca langsung dari layar ataupun mendengarkan audio. 

Software “The O” bekerja dengan menggunakan teknologi RFID, wireless sensor, analisis sinyal dan lokasi. Cara kerjanya adalah ketika kita sedang berada di depan karya seni, klik tombol O yang terdapat pada layar ipod. Setelah itu muncul beberapa daftar karya seni dan kita tinggal memilih karya seni mana sesuai dengan yang berada tepat di hadapan kita. No wonder sinyal hp serasa di "block", karena pasti sistem operasinya bakal bingung nangkep sinyal dari mana2.


Saya terkesan dengan keseriusan David Walsh yang ga tanggung2 merenovasi MONA dan menjadikannya sebagai museum yang berteknologi tinggi. Saya kadang suka malas membaca informasi tentang karya seni yang suka kepanjangan, apalagi klo pas banyak juga pengunjung yang lagi membaca informasi yang sama. Dengan software “The O” pengunjung dapat konsentrasi melihat dengan detail karya seni sambil mendengarkan informasi di Ipod. Jadi pengunjung tidak berkumpul di satu tempat. 

The Exibition
Sama seperti konsep MONA yang “ga biasa” karya seni yang dipajang juga ga biasa. Beberapa karya seni yang saya suka diantaranya:

Holiday - Queen (A Portrait of Madonna) 2005 by Candice Breitz 
Konsepnya adalah 30 fans berat Madonna diminta untuk bernyanyi salah satu hits Madonna secara terpisah (tidak bersamaan), dan ternyata setelah digabungkan, menghasilkan harmonisasi yang baguuuusss sekali seperti paduan suara. Konsep ini mengingatkan saya tentang diversity. Latar belakang orang yang bernyanyi beda2, ada laki2, perempuan, tua, muda, dari berbagai suku bangsa, profesi yang berbeda, tetapi bisa menghasilkan harmonisasi suara yang indah. 


Snake mural by Sydney Nolan 
Snake Mural mungkin salah satu karya seni yang banyak menyita perhatian pengunjung dan menjadi semacam salah satu trade mark dari MONA. Karya seni ini merupakan karya seni dengan display terbesar karena terdiri dari 1.620 lukisan. Masing2 lukisan terkesan random, tetapi  jika dilihat dari jauh terlihat gambar ular yang memanjang dari ujung ke ujung. 



Biblioteca Blanca (White Library) by Wilfredo Prieto
Karya seni ini memajang ribuan buku kosong bersampul putih. Kesan pertama yang saya tangkap adalah mungkin ingin mengangkat "Dont judge book by its cover", tetapi setelah membaca latar belakangnya, rupanya eksibisi ini tentang bagaimana bahasa (di dalam buku) mempengaruhi cara berpikir kita.



Cloaca Professional by Wim Delvoye
Ketika memasuki ruangan eksibisi ini, bau menyengat langsung menusuk hidung saya. Cloaca Professional atau sering dibilang sebagai Poo Machine ini merupakan replika cara kerja "digestive system" tubuh kita. 



Saya sangat menikmati waktu saya di gallery MONA. Ini kali kedua saya merasa betah berlama2 di museum selain museum yang saya datangi di Seoul. Contemporary art kdang terlalu abstrak sehingga membuat para pengunjung "ga paham" dengan maksud dibalik karya seni itu dibuat. Tetapi MONA berhasil memperkecil jarak antara artist, karya seni, dan pengunjung dengan mendesain museum secara interaktif dengan bantuan teknologi.