Tuesday, December 9, 2014

The Museum of Old and New Art (MONA)

Hari pertama eksplorasi Tasmania dimulai dari berkunjung ke MONA yang terletak di Berriedale peninsula, sekitar 13 menit naik mobil perjalanan dari Hostel kami di Liverpool St. Dua teman saya yang sudah mengunjungi Tasmania merekomendasikan MONA sebagai salah satu tempat yang wajib dikunjungi, terutama bagi yang suka dengan karya seni. 
 
Keberadaan MONA tidak lepas dari peran David Walsh, sang miliuner asal Tasmania, yang menyulap the Moorilla Museum of Antiquities menjadi MONA seperti sekarang. Dibutuhkan waktu 4 tahun dan biaya sebesar $75 juta untuk merenovasi MONA, yang menjadi salah satu destinasi wisata di kota Hobart, Tasmania. 

Ada beberapa pilihan moda transportasi untuk ke MONA, bisa naik ferry, sepeda, bis atau taksi. Informasi detail how to get there dapat dilihat disini. Selain museum, pengunjung juga dapat mengeskplor restoran, wine brewery, cafe, library, cemetery, bars dan winery yang terletak berdekatan satu sama lain.  


Untuk mengakses museum, pengunjung dikenakan biaya sebesar AUD$20 (adult), kami langsung mengeluarkan kartu sakti kami yaitu Student ID Card untuk mendapat potongan harga, jadinya kami membayar AUD$15/person. Pengunjung diperbolehkan untuk membawa kamera, tapi dilarang memakai flash untuk memotret. Tas ransel juga harus dititipkan di ruang khusus. 

Desain MONA dan bangunan di sekitarnya sangat artistik. Di tempat parkir pun beberapa benda artistik ada yang dipajang. Lokasi MONA sendiri berada di bawah tanah, alhasil selama di museum saya ga dapet sinyal sama sekali. Tapi ternyata lebih enak begitu, karena kami jadi konsentrasi ke pameran yang sedang berlangsung.

The “O”
Sesampai basement, staff MONA memberikan ipod dan headset untuk digunakan selama berada di Museum. Ipod ini dinamakan “The O”. Fungsinya sebagai guide portable yang memberikan informasi tentang latar belakang karya seni dan biografi singkat tentang artist yang membuatnya. Pengunjung dapat membaca langsung dari layar ataupun mendengarkan audio. 

Software “The O” bekerja dengan menggunakan teknologi RFID, wireless sensor, analisis sinyal dan lokasi. Cara kerjanya adalah ketika kita sedang berada di depan karya seni, klik tombol O yang terdapat pada layar ipod. Setelah itu muncul beberapa daftar karya seni dan kita tinggal memilih karya seni mana sesuai dengan yang berada tepat di hadapan kita. No wonder sinyal hp serasa di "block", karena pasti sistem operasinya bakal bingung nangkep sinyal dari mana2.


Saya terkesan dengan keseriusan David Walsh yang ga tanggung2 merenovasi MONA dan menjadikannya sebagai museum yang berteknologi tinggi. Saya kadang suka malas membaca informasi tentang karya seni yang suka kepanjangan, apalagi klo pas banyak juga pengunjung yang lagi membaca informasi yang sama. Dengan software “The O” pengunjung dapat konsentrasi melihat dengan detail karya seni sambil mendengarkan informasi di Ipod. Jadi pengunjung tidak berkumpul di satu tempat. 

The Exibition
Sama seperti konsep MONA yang “ga biasa” karya seni yang dipajang juga ga biasa. Beberapa karya seni yang saya suka diantaranya:

Holiday - Queen (A Portrait of Madonna) 2005 by Candice Breitz 
Konsepnya adalah 30 fans berat Madonna diminta untuk bernyanyi salah satu hits Madonna secara terpisah (tidak bersamaan), dan ternyata setelah digabungkan, menghasilkan harmonisasi yang baguuuusss sekali seperti paduan suara. Konsep ini mengingatkan saya tentang diversity. Latar belakang orang yang bernyanyi beda2, ada laki2, perempuan, tua, muda, dari berbagai suku bangsa, profesi yang berbeda, tetapi bisa menghasilkan harmonisasi suara yang indah. 


Snake mural by Sydney Nolan 
Snake Mural mungkin salah satu karya seni yang banyak menyita perhatian pengunjung dan menjadi semacam salah satu trade mark dari MONA. Karya seni ini merupakan karya seni dengan display terbesar karena terdiri dari 1.620 lukisan. Masing2 lukisan terkesan random, tetapi  jika dilihat dari jauh terlihat gambar ular yang memanjang dari ujung ke ujung. 



Biblioteca Blanca (White Library) by Wilfredo Prieto
Karya seni ini memajang ribuan buku kosong bersampul putih. Kesan pertama yang saya tangkap adalah mungkin ingin mengangkat "Dont judge book by its cover", tetapi setelah membaca latar belakangnya, rupanya eksibisi ini tentang bagaimana bahasa (di dalam buku) mempengaruhi cara berpikir kita.



Cloaca Professional by Wim Delvoye
Ketika memasuki ruangan eksibisi ini, bau menyengat langsung menusuk hidung saya. Cloaca Professional atau sering dibilang sebagai Poo Machine ini merupakan replika cara kerja "digestive system" tubuh kita. 



Saya sangat menikmati waktu saya di gallery MONA. Ini kali kedua saya merasa betah berlama2 di museum selain museum yang saya datangi di Seoul. Contemporary art kdang terlalu abstrak sehingga membuat para pengunjung "ga paham" dengan maksud dibalik karya seni itu dibuat. Tetapi MONA berhasil memperkecil jarak antara artist, karya seni, dan pengunjung dengan mendesain museum secara interaktif dengan bantuan teknologi.