Monday, March 11, 2013

diskriminasi

Sepanjang saya traveling, baru kali ini ngalamin kejadian aneh terkait sama hostel. Berikut curhatannya.

Waktu nyusun itinerary #tripsingapore, saya kebagian tugas nyari hostel. Metode pertama yang saya lakukan adalah nanya ke temen saya yang udah pernah ke Singapore. Saya mulai nge-list nama hostel2 kemudian nelusur sendiri lewat website hostel masing2. Informasi yang saya cari adalah: ketersediaan kamar di tanggal trip, harga, fasilitas dan gambar hostelnya. Hasil penelusuran itu saya rangkum dan dibahas ke peserta trip (prinsip musyawarah mufakat, hehehe).

Setelah beberapa kali debat akhirnya mentoknya ke harga. List hostel yang saya ajukan agak mahal. Saya cukup maklum karena biaya hidup di Singapore cukup tinggi. Untuk itu diusahakan agar kita dapat penginapan lebih murah agar alokasi dana bisa diperuntukkan untuk yang lain.

Akhirnya diputuskan untuk booking hostel Fernloft City di daerah China Town. Hostel ini cukup murah yaitu sekitar Rp. 76.000/person/perhari. Fasilitasnya kamar dormitory, berAC, dapet sarapan, ada air panas dan fasilitas wifi.  Letaknya pun strategis yaitu di China Town, yang merupakan pusat turis.

Saya pribadi ga keberatan nginep di hostel. Karena selain murah, rata2 pelayanannya sangat baik. Apalagi pengalaman terakhir saya nginep di hostel ketika trip ke Seoul sungguh menyenangkan.

Sesampainya di Singapore kami langsung menuju hostel untuk check in sekalian naro ransel karena kami berencana mau jalan2. Kebetulan hari itu adalah puncak perayaan imlek dan China Town akan dimeriahkan oleh aksi barongsay khas imlek.

Untuk menemukan Fernloft agak sulit karena ternyata pemilik hostel menyarankan naik MRT turun di Stasiun Tanjong Pagar. Ternyata kami harus berjalan jauh sekali, padahal setelah ditelusuri ternyata lebih dekat jika kami turun di stasiun China Town. Eaakk.

Fernloft terletak di lantai 3 Sebuah ruko. tempatnya kecil, standar hostel. Hanya ada 2 kamar dan keduanya merupakan dormitory. Kamar pertama adalah dormitory khusus perempuan dengan 6 bed. Kamar kedua merupakan mixed dormitory dengan 12 bed. Karena jumlah kami 8 orang dengan perbandingan 3 cowo, 5 cewe. Makanya kami memilih di mixed dormitory. Lebih enak sama2 daripada pisah2.

and the story begin....

Saya merasa pemilik hostel diskriminatif dengan kami. Mungkin dia punya pengalaman buruk tentang pengunjung Indonesia. Sehingga menyamaratakan perilaku kami. Padahal Indonesia itu ada 2 juta orang, dikira sama smua apa pola tingkahnya?

Pertama, pemilik hostel sangat amat TIDAK ramah terhadap kami. Bicaranya ketus dan ga senyum sama sekali. Setiap ketemu selalu cemberut. Klo nanya sesuatu nadanya kaya nuduh.

Kedua, sebaliknya pemilik hostel super ramah sama pengunjung bule. Si bule2 ini tiap pagi disapa dengan ramah dan diajak ngobrol. Sangat akomodatif dengan bule, apa yang mereka mau pasti dikasi. Yang paling parah tempat tidur teman kami, Anwar, dipindah hanya gara si bule itu pengen tidur di tempat tidur Anwar.

Ketiga, ada standar ganda aturan. Peraturan yang disebutkan kepada kami, tidak berlaku di bule. Di hari kami check out ada bule mau nginep. Nah si bule bebas naro tas di dalam kamar saat itu juga, padahal dia dijadwalkan check in jam 2 siang. BEDA banget pas kita baru dateng, tas kita ga boleh masuk ke kamar karna belum bisa check in. aneh bin ajaib.

Maka dari itu berdasarkan pengalaman ini #lessonlearned yang bisa dipetik adalah:
  1. Mendingan klo ke Singapore cari penginapan lain ya, jangan ke Fernloft City. Banyak banget kok hostel di daerah China Town. Daripada makan hati dijudesin pemilik hostel.
  2. Teliti dulu fasilitas hostel. Terus terang saya ketipu karena yang dipikiran saya standar hostel di luar negri pasti sama. Tapi ternyata kamar mandi di fernloft cuma satu! Errrrr meski dipisah antara kamar mandi dan toilet, tapi dengan perbandingan 1 : 18, ini namanya ga layak. Bakalan rebutan makenya. Apalagi kami selaku orang Indonesia mandi harus 2X sehari. Kebayang kan riweuhnya? Tapi ini karena kami yang kurang detail membaca fasilitas hostel.
Meski pemilik hostel diskriminatif dan menyamaratakan perilaku orang Indonesia, tapi ada baiknya kita buktikan bahwa kita bukan seperti itu. klo mengalami hal yang sama seperti saya, sebaiknya jangan emosi apabila ada perlakuan diskriminatif, justru klo kita emosi dan reaktif, anggapan mereka akan semakin benar.

Sekian pengalaman ga enak saya tentang hostel di Singapura. Kenapa pada akhirnya saya tidak merekomendasikan hotel ini? karena BUANYAk sekali hostel lain di Singapore yang saya yakin pelayanannya lebih baik. Saya harap pengalaman saya tidak dialami orang lain.

3 comments:

  1. Waktu di Singapura, kalian makan dimana? Yang murah, meriah, dan halal. Kisaran harganya berapa?

    ReplyDelete
    Replies
    1. nanti ada postingan soal informasi akomodasi selama di singapore, ditunggu yaaa :)

      Delete
    2. Mbak, saya sudah korespondensi di postingan terbaru Mbak.
      Terima kasih :)

      Delete