Semenjak sadar bahwa bentar lagi saya #menuju30, saya jadi lebih aware sama hal2 disekitar saya. Seperti kepengen merekam momen menjelang berganti umur. Ga mau melewatkan momen kecil sekalipun. Saya mulai dari hal simple: saya makan tanpa ngecek hp. Klo sebelumnya badan bekerja dobel: sambil makan sambil baca update berita di sosmed, sekarang saya fokus hanya ke proses saya makan. Susah sih awalnya, tapi saya ngerasa makanan saya kok lebih enak ya? ga sekedar ngunyah dan nelan.
Klo udah mulai bosan, biasanya saya liat pemandangan di sekitar saya. Melihat bagaimana orang berinteraksi, dan tiba2 saya keinget sama momen2 yang dulu cuma selewat. Momen yang dulu kita kategorikan sebagai “ga penting” untuk dicerna oleh otak. Momen yang kadang kita pilah sebagai “I’ll come back to you later” karena pada saat itu tidak berkaitan dengan apa yang kita rasakan.
Kejadian “recall” ini yang saya rasakan tadi. Saya inget Maggie, teman kerja sekelompok, umurnya kira2 45-50 tahunan, keren ya umur segitu masih sekolah Master. Anyway, Maggie bilang: “Live with what you have now”, dan terus dia cerita soal gimana budaya konsumerisme sekarang sudah sangat meresahkan. Orang2 cenderung beli barang baru, padahal sebenernya barang yang lama masih berfungsi dengan baik. Di waktu Maggie cerita ini, pikiran saya menerawang, mungkin ga ya dampak dari konsumerisme ini bisa juga ke hal yang bersifat non-material?
Saya banyak banget melihat orang gampang banget nyerah. Mereka ga sabar untuk menilik sumber masalah dan menyelesaikan masalah tersebut satu per satu. Malah memilih cara instan, yaitu pergi. Karena dengan begitu mereka bisa memotong “jalur” lebih cepat, dan ga perlu buang2 waktu berhadapan di situasi yang sama terus2an. Toh bisa di “replace”. Klo pola pikir seperti ini terus2 dipakai, akibatnya orang tersebut ga punya mental yang kuat ketika suatu saat dihadapkan pada situasi yang benar2 sulit. Semacam sulit tingkat dewa, atau klo bahasa saya: sulit-sesulit-sulitnya-sulit.
Lalu sayup2 saya kembali mendengarkan suara Maggie, "I've been taught to save not buy" dan lalu dia nasehatin saya bahwa kamu harus tetap menabung meski itu sedikit. Kamu harus disiplin, karena itu akan membentuk karakter kamu untuk menjadi pribadi yang tidak gampang dirusak oleh materialisme. Nanti klo tabungan kamu udah banyak, kamu invest, kamu beli properti lalu kamu sewa, jadi uang tabungan kamu bisa jadi sumber pendapatan tambahan kamu tiap bulan. Pikiran saya menerawang ke rencana saya untuk beli ini itu dengan tabungan saya. Tiba2 Maggie suaranya meninggi, tampaknya dia tau saya ngelamun, “Ratri kamu masih muda, kamu perlu uang untuk menikah, bangun rumah lalu hidup nyaman sama keluarga kamu”. Tiba2 bayangan iphone 6 pun lenyap.
Maggie lalu melanjutkan, saya tau susah untuk merubah pola pikir, dengan menabung berarti kamu menyisihkan uang senang2 kamu. Tapi kamu harus mikir jauh ke depan, pikiran mimpi besar kamu, dan atur strategi dari situ. Lagian, kamu bisa kok tetep have fun tapi dengan biaya yang murah: beli buku aja atau beli dvd untuk ditonton bareng2 di rumah, kamu bisa tetep have fun kan? Semua tergantung pola pikir kamu.
Ga mudah memang untuk menabung, apalagi klo kita juga ikut menopang orangtua kita. Tapi belajar dari kasus Maggie, saya harus mengelap kacamata saya yang masih berorientasi sama “present time” not “future time”. Klo dulu saya menabung untuk membeli barang/traveling, sekarang saya mesti menabung untuk investasi jangka panjang. Umur saya udah #menuju30, sudah cukup lah seneng2nya, travelingnya. Sekarang saatnya saya memikirkan hidup saya nanti di umur 40 dan 50. Saya harus mulai menabung, mulai berinvestasi, mulai hidup sehat, demi saya di masa depan.
PS: ini ada link artikel bagus yang bisa jadi inspirasi bagi yang tahun ini #menuju30, judulnya: 20 Things To Do When You’re 30 That Will Make Life Better At 50. Selamat membaca :)